Sikap dan Pandangan Islam Terhadap Hukum Karma


Istilah ‘karma’ berasal dari agama Hindu dan Buddha. Berikut adalah penjelasan mengenai karma yang kami kutip dari laman Wikipedia:
Karma (bahasa Sanskerta: कर्म, karma, (Karman ;”bertindak, tindakan, kinerja”); (Pali:kamma) adalah konsep “aksi” atau “perbuatan” yang dalam agama Hindu dan agama Buddha dipahami sebagai sesuatu yang menyebabkan seluruh siklus kausalitas (yaitu, siklus yang disebut “samsara”). Konsep ini berasal dari India kuno dan dijaga kelestariannya di filsafat Hindu, Jain, Sikh dan Buddhisme. Dalam konsep “karma”, semua yang dialami manusia adalah hasil dari tindakan kehidupan masa lalu dan sekarang. Efek karma dari semua perbuatan dipandang sebagai aktif membentuk masa lalu, sekarang, dan pengalaman masa depan. Hasil atau ‘buah’ dari tindakan disebut karmaphala.
Karena pengertian karma adalah pengumpulan efek-efek (akibat) tindakan/perilaku/sikap dari kehidupan yang lampau dan yang menentukan nasib saat ini, maka karma berkaitan erat dengan kelahiran kembali (reinkarnasi). Segala tindakan/perilaku/sikap baik maupun buruk seseorang saat ini juga akan membentuk karma seseorang di kehidupan berikutnya.
(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Karma).
Dari uraian Wikipedia tersebut, ada beberapa poin yang dapat disimpulkan, yaitu:
  1. Karma berasal dari agama Hindu dan Buddha;
  2. Karma adalah hukum sebab-akibat dan aksi-reaksi, jika seseorang berbuat baik, maka akan mendapat balasan yang baik, namun jika berbuat buruk akan mendapat keburukan pula.
  3. Karma biasanya dikaitkan dengan perkara gaib yang belum pasti kebenarannya, misalnya ucapan: “engkau mendapatkan keburukan ini karena engkau pernah berbuat buruk begini dan begini”.
  4. Hukum karma juga berkaitan erat dengan keyakinan reinkarnasi, yaitu terlahir kembali ke dunia setelah kematian. Misalnya, apabila kehidupan seseorang sangat sengsara, artinya itu adalah akibat dari perbuatannya di kehidupan sebelumnya.
Dalam Al-Mausu’ah al-Muyassarah dijelaskan sebagai berikut:

الكارما – عند الهندوس – : قانون الجزاء ، أي أن نظام الكون إلهي قائم على العدل المحض، هذا العدل الذي سيقع لا محالة إما في الحياة الحاضرة أو في الحياة القادمة ، وجزاء حياةٍ يكون في حياة أخرى ، والأرض هي دار الابتلاء كما أنها دار الجزاء والثواب.

“Karma dalam ajaran Hindu adalah hukum balasan, yaitu aturan Ilahi yang dibangun atas prinsip keadilan semata. Keadilan ini bisa saja terjadi pada kehidupan saat ini atau pada kehidupan yang akan datang (setelah reinkarnasi). Balasan kehidupan yang sekarang akan diterima pada kehidupan setelahnya. Bumi (dunia) adalah negeri tempat ujian, sebagaimana juga sebagai tempat mendapat balasannya.” (Al-Muasu’ah Al-Muyassarah Fil Adyan wa Madzahib wal Ahzab, hal. 728).

Lebih jauh lagi dijelaskan sebagai berikut:

ويظل الإنسان يولد ويموت ما دامت الكارما متعلقة بروحه ولا تطهر نفسه حتى تتخلص من الكارما حيث تنتهي رغباته وعندها يبقى حيًّا خالداً في نعيم النجاة ، وهي مرحلة " النيرفانا ".

“Setiap manusia akan kembali dilahirkan dan mati selama karma melekat pada ruhnya. Jiwanya tidak akan suci hingga ia terbebas dari karma, ketika segala keinginannya berakhir. Di situlah ia bisa hidup kekal dalam kenikmatan yang disebut sebagai tingkatan nirwana.”

Segala keyakinan dan pemahaman tentang karma tidak bersumber dari Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan keyakinan terhadap karma adalah termasuk keyakinan batil dan menyimpang.

Sikap dan Pandangan Islam Terhadap Hukum Karma

1. Tidak dibenarkan bila memastikan suatu keburukan disebabkan perbuatan buruk tertentu.

Misalnya ketika ada seseorang yang sedang sakit parah, lalu dikaitkan dengan perbuatan buruknya yang dahulu pernah ia lakukan. Misalnya ucapan: “engkau sakit parah ini karena dahulu engkau sering menipu, ini hukum karma buatmu.”

Ucapan seperti itu adalah menebak-nebak hal gaib yang belum pasti kebenarannya. Dari mana ia tahu bahwa penyebab sakitnya karena suka menipu? Bisa jadi karena sebab yang lain, dan itu juga masih memungkinkan.

Mungkin saja penyakit itu adalah akibat dari dosa lain yang tidak diketahui manusia, atau bisa jadi penyakit itu adalah ujian dari Allah. Tidak ada yang tahu.

قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمٰوٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ وَمَا يَشۡعُرُونَ أَيَّانَ يُبۡعَثُونَ ٦٥

“Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml [28]: 65).

2. Ajaran Islam: Setiap perbuatan ada balasannya.

Dalam Islam diajarkan bahwa apabila seseorang beramal baik, maka Allah akan membalas kebaikan itu. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang beramal buruk, maka Allah akan menimpakan keburukan untuknya. Hal ini telah Allah sampaikan beberapa kali dalam al-Quran, di antaranya ialah:

مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ١٦٠

“Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am [6]: 160).

... مَن يَّعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا ١٢٣

“... Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi balasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (QS. An-Nisa’ [4]: 123).

فَمَن يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَّرَهُۥ ٧ وَمَن يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَّرَهُۥ ٨

“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8).

هَلۡ جَزَآءُ ٱلۡإِحۡسٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسٰنُ ٦٠

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman [55]: 60).

Di samping itu, para ulama juga telah menetapkan sebuah kaidah yang berbunyi:

اَلۡجَزَاءُ مِنۡ جِنۡسِ الۡعَمَل .
“Balasan itu tergantung jenis amalnya.”

Dari dalil-dalil nash al-Quran tersebut, dapat dilihat bahwa dalam hal balasan perbuatan, Islam memiliki keyakinan yang serupa. Allah akan memberikan balasan kebaikan bagi mereka yang berbuat baik, dan Allah akan menimpakan keburukan bagi mereka yang berbuat buruk.

Ada kalanya Allah membalasnya di dunia, dan ada pula balasan di akhirat.

وَمَآ أَصٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ ٣٠

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. As-Syura [42]: 30).

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنۡ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الۡمُسۡلِمَ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنۡهُ حَتَّى الشَّوۡكَةِ يُشَاكُهَا . – رواه البخاري ومسلم

“Tidak ada satu pun musibah yang menimpa seorang muslim melainkan dosanya akan dihapus oleh Allah dengannya, sekalipun musibah itu hanya karena tertusuk duri.” (H.R. Al-Bukhari: 5640 dan Muslim: 2572).

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا كَثُرَتۡ ذُنُوبُ الۡعَبۡدِ وَلَـمۡ يَكُنۡ لَهُ مَا يُكَفِّرُهَا مِنَ الۡعَمَلِ ابۡتَلَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِالۡحُزۡنِ لِيُكَفِّرَهَا عَنۡهُ . – رواه أحمد

“Jika dosa seorang hamba semakin banyak dan tidak ada satu pun amalnya yang dapat menghapusnya, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan mengujinya dengan kesedihan untuk menghapus dosa-dosanya tersebut.” (H.R. Ahmad: 24077. Seluruh perawinya tsiqah kecuali Laits bin Abi Salim).

Musibah yang menimpa seorang muslim jika dihadapi dengan kesabaran dan keikhlasan akan 1menjadi penghapus dosa yang pernah ia lakukan. Musibah yang dimaksud dalam ayat dan hadits-hadits tersebut sudah tentu terjadi di dunia.

Dalil lain tentang balasan kebaikan ada dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنۡ نَفَّسَ عَنۡ مُؤۡمِنٍ كُرۡبَةً مِنۡ كُرَبِ الدُّنۡيَا نَفَّسَ اللهُ عَنۡهُ كُرۡبَةً مِنۡ كُرَبِ يَوۡمِ الۡقِيَامَةِ وَمَنۡ يَسَّرَ عَلَى مُعۡسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيۡهِ فِي الدُّنۡيَا وَالۡآخِرَةِ وَمَنۡ سَتَرَ مُسۡلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنۡيَا وَالۡآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوۡنِ الۡعَبۡدِ مَا كَانَ الۡعَبۡدُ فِي عَوۡنِ أَخِيهِ . – رواه مسلم

“Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim.” (H.R. Muslim: 2699, Abu Daud: 4946 dan At-Tirmidzi: 1425).

Berikut adalah beberapa dalil dari al-Quran tentang balasan di akhirat:

وَمَا كَانَ لِنَفۡسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ كِتٰبٗا مُّؤَجَّلٗاۗ وَمَن يُرِدۡ ثَوَابَ ٱلدُّنۡيَا نُؤۡتِهِۦ مِنۡهَا وَمَن يُرِدۡ ثَوَابَ ٱلۡأٓخِرَةِ نُؤۡتِهِۦ مِنۡهَاۚ وَسَنَجۡزِي ٱلشّٰكِرِينَ ١٤٥

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran [3]: 145).

Maksud pahala dunia adalah kesenangan hidup di dunia. Mereka adalah orang-orang yang kehidupan dunianya dihabiskan untuk mengejar kesenangan dan kenikmatan duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhiratnya. Jika itu yang diinginkan, maka Allah pun mengabulkannya. Allah akan berikan segala kemewahan perhiasan dunia beserta seluruh kenikmatan duniawi sehingga mereka merasa tengah hidup di surga. Namun setelah mereka mati, mereka tidak akan merasakan kebahagiaan surga sama sekali. Hal ini juga telah disebutkan dalam firman Allah berikut:

مَن كَانَ يُرِيدُ حَرۡثَ ٱلۡأٓخِرَةِ نَزِدۡ لَهُۥ فِي حَرۡثِهِۦۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرۡثَ ٱلدُّنۡيَا نُؤۡتِهِۦ مِنۡهَا وَمَا لَهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ  ٢٠

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (QS. As-Syura [42]: 20).

مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعَاجِلَةَ عَجَّلۡنَا لَهُۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلۡنَا لَهُۥ جَهَنَّمَ يَصۡلَىٰهَا مَذۡمُومٗا مَّدۡحُورٗا ١٨ وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلٰٓئِكَ كَانَ سَعۡيُهُم مَّشۡكُورٗا ١٩

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (QS. Al-Isra’ [17]: 18-19).

Balasan dari Allah untuk kebaikan dan keburukan amal manusia, dalam Islam disebut jaza`, bukan karma. Balasan tersebut bisa saja Allah berikan di dunia atau di akhirat.

3. Menolak keyakinan reinkarnasi.

Sebenarnya reinkarnasi inilah yang menjadi dasar keyakinan hukum karma. Karena hukum karma yang terjadi sangat erat kaitannya dengan kehidupan sebelum reinkarnasi.

Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya reinkarnasi. Ketika seseorang telah mati, maka ia tidak akan dihidupkan di dunia lagi, namun akan masuk ke alam kubur (barzakh) untuk menunggu hari kiamat, lalu dibawa ke alam akhirat untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya semasa hidup di dunia. Maka konsep reinkarnasi jelas bertentangan dengan kaidah Islam.

Kesimpulan
Hukum karma tidak ada dalam keyakinan Islam, tidak pernah diajarkan oleh Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat dan para ulama. Karena hukum karma bersumber dari agama Hindu dan Buddha.

Tidak dibenarkan untuk mengaitkan sebab-akibat suatu keburukan dengan perbuatan buruk di masa lalu secara spesifik. Karena bisa saja keburukan tersebut disebabkan oleh hal lain.

Balasan dari perbuatan baik dan buruk bisa diterima di dunia atau bisa jadi di akhirat.

Reinkarnasi adalah keyakinan yang batil dan menyimpang dan tidak diajarkan dalam Islam. Jika kita menolak keyakinan reinkarnasi, maka seharusnya secara otomatis kita akan menolak keyakinan hukum karma.

Sikap kaum muslimin
  1. Jangan gunakan istilah karma dalam kehidupan, apalagi mengaitkan suatu musibah dengan perbuatan buruk di masa lalu.
  2. Jika menerima kebaikan, bersyukurlah kepada Allah.
  3. Jika menerima musibah atau keburukan lain, mohonlah ampunan kepada Allah dan hadapi dengan ikhlas, karena keburukan atau musibah itu bisa menghapus dosa dan kesalahan di masa lalu.
  4. Jika keburukan itu berkaitan dengan interaksi sesama manusia, minta maaflah kepada yang bersangkutan.
  5. Selalu berbuat baik kepada siapa pun dan di mana pun demi mengharap keridhaan Allah.

Demikianlah penjelasan mengenai hukum karma dalam pandangan Islam beserta sikap yang seharusnya diambil oleh setiap individu muslim. Semoga bermanfaat, Wallahu A'lam...

* * *

Lihat artikel ini versi PDF di Academia, klik di sini.

Post a Comment

0 Comments