Dalam hadits shahih disebutkan bahwa amal bukan sebagai sebab dimasukkannya seseorang ke dalam surga, karena yang membuat seseorang masuk surga adalah rahmat Allah. Bagaimana cara kita menyikapi hadits tersebut?
Hadits yang dimaksud adalah,
أَنَّ
أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا
عَمَلُهُ الْجَنَّةَ . قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا ،
وَلاَ أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ .
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Amal seseorang tidak akan membuatnya masuk surga." Para sahabat bertanya, "Engkau juga tidak wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah." (HR. Al-Bukhari No. 5673 dan Muslim No. 2816).
Hadits ini secara bahasa menjelaskan bahwa surga tidak akan bisa ditukar dengan amal shalih yang dilakukan sebanyak apa pun di dunia ini, hal ini berlaku pula untuk pribadi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Hadits tersebut memiliki derajat shahih sehingga Imam Al-Bukhari dan Muslim menuliskannya dalam kitab mereka. Namun jika kita lihat dalam al-Quran, ada beberapa ayat yang justru menyebutkan sebaliknya, bahwa amal shalih dapat membuat seseorang masuk surga. Kami cantumkan dua ayat saja, yaitu:
ٱلَّذِينَ تَتَوَفَّىٰهُمُ ٱلۡمَلَـٰٓئِكَةُ
طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمُ ٱدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ بِمَا كُنتُمۡ
تَعۡمَلُونَ
"(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun 'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan"." (QS. An-Nahl [16]: 32).
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman:
وَتِلۡكَ ٱلۡجَنَّةُ ٱلَّتِيٓ
أُورِثۡتُمُوهَا بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
"Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan." (QS. Az-Zukhruf [43]: 72).
Dari sini terlihat bahwa hadits tersebut seakan-akan bertentangan dengan al-Quran. Sementara kita sudah tahu bahwa salah satu syarat hadits dikatakan shahih adalah apabila tidak bertentangan dengan al-Quran atau hadits lain yang lebih kuat.
Rasanya tidak mungkin untuk seorang ahli hadits seperti Imam Al-Bukhari dan Muslim salah dalam menuliskan sebuah hadits. Sementara mereka memiliki aturan dan standar yang ketat dalam menyeleksi hadits-hadits yang mereka terima.
Jika demikian, maka yang mungkin salah adalah cara kita memahami hadits dan ayat tersebut.
Lalu bagaimana cara memahami dua nash yang terlihat bertentangan ini?
Dalam dua ayat di atas, Allah menyebutkan ( بِمَا كُنتُمۡ
تَعۡمَلُونَ ).
Huruf ba pada kata “bimaa” dalam kalimat tersebut adalah huruf sababiyah (yang menunjukkan sebab).
Huruf ba pada kata “bimaa” dalam kalimat tersebut adalah huruf sababiyah (yang menunjukkan sebab).
Adapun kalimat amal dalam hadits mengandung pengertian sebagai balasan yang setimpal ('iwadhiyah).
Maksudnya adalah, seseorang tidak akan pernah bisa membeli surga dengan amal yang ia lakukan di dunia.
Secara logika saja, pertama, kita tidak bisa menjamin bahwa amal kita akan sempurna. Sedangkan surga Allah itu terlalu sempurna untuk menjadi balasan.
Kedua, misalkan saja umur kita di dunia adalah 60 tahun, apakah selama itu pula kita beramal shalih? Tentu tidak. Lalu pantaskah surga yang kekal abadi ditukar dengan amal yang dikerjakan tidak sampai 60 tahun?
Namun kita tidak akan mengedepankan logika di sini, kita akan melihat bagaimana penjelasan dari para ulama yang faqih dalam hal ini.
Berikut cara memahami hadits dan ayat tersebut menurut Syaikh Al-Utsaimin:
أن يقال: يُجمع بينهما بأن المنفيَّ
دخول الإنسان الجنة بالعمل في المقابلة، أما المثْبتُ: فهو أن العمل سبب وليس عوضا.
"Cara mengompromikan keduanya adalah bahwa amal tidak akan pernah bisa ditukar dengan surga sebagai balasan. Amal hanya sebagai kunci dan sebab saja, bukan sebagai pengganti untuk surga." (Syarh Riyadhus-Shalihin, 1/575).
Pendapat yang senada juga terdapat dalam kitab Bahjah An-Nazhirin yang menjelaskan bahwa amalan yang dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah berikan. Itulah yang dimaksud: "seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya". Maksudnya, ia tidak bisa mengganti surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan seseorang ke dalam surga hanyalah karena rahmat dan karunia Allah. (Lihat Bahjah An-Nazhirin, Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, 3: 18-19).
Beberapa ulama lain menafsirkan bahwa rahmat Allah berperan sebagai sebab seseorang masuk surga, sedangkan amal shalih sebagai sebab untuk meraih derajat dan tingkatan-tingkatan di dalam surga.
Dalam menjelaskan QS. Az-Zukhruf [43]: 72 di atas, Ibnu Hajar Al-Atsqalani menukil pendapat Ibnu Bathal yang mengatakan:
ما
محصله أن تحمل الآية على أن الجنة تنال المنازل فيها بالأعمال فإن درجات الجنة
متفاوتة بحسب تفاوت الأعمال وأن يحمل الحديث على دخول الجنة والخلود فيها .
"Ayat ini dimaknai bahwa tingkatan di dalam surga diraih dengan amalan, karena derajat di surga berbeda-beda berdasarkan tingkatan amalannya. Adapun hadits tersebut dimaknai bahwa hanya rahmat Allah yang menjadi sebab masuk surga dan kekal di dalamnya." (Fathul Bari, 11/295).
Allah juga berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أُوْلَـٰٓئِكَ يَرۡجُونَ
رَحۡمَتَ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah [2]: 218).
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang mukmin yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka hanya mengharapkan rahmat Allah. Dan dengan rahmat Allah itulah mereka mendapat ampunan.
Imam An-Nawawi rahimahullah memberikan penjelasan yang sangat bagus, beliau mengatakan sebagai berikut:
"Ayat-ayat al-Quran yang ada menunjukkan bahwa amalan bisa memasukkan pelakunya ke dalam surga. Maka tidak bertentangan dengan hadits-hadits yang ada. Bahkan ayat-ayat itu bermakna bahwa masuk surga itu disebabkan karena amalan. Namun di sana ada taufik dari Allah untuk beramal. Ada hidayah untuk ikhlas pula dalam beramal. Maka, diterimanya amal memang karena rahmat dan karunia Allah. Oleh karena itu, amalan semata tidak bisa memasukkan seseorang ke dalam surga. Itulah yang dimaksudkan dalam hadits. Kesimpulannya, bisa saja kita katakan bahwa sebab masuk surga adalah karena ada amalan, dan amalan itu ada karena rahmat Allah. Wallahu a’lam." (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).
Semua penjelasan dan uraian tersebut sekaligus menjadi isyarat bahwa seorang muslim tidak dibenarkan bermalas-malasan dalam beramal. Hal ini karena Allah menetapkan segala sesuatu dengan sebab dan akibat.
Nah, dalam hal ini Allah menjadikan amal shalih sebagai sebab, dan rahmat Allah sebagai akibat atau balasannya.
Oleh sebab itu, marilah beramal shalih sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan rahmat Allah. Dan dengan rahmat Allah tersebut kita dimasukkan ke surga atas izin Allah, in sya Allah. Aamiin ya Rabbal 'alamin.
Wallahu A'lam bis-Shawab...
* * *
0 Comments