Mengenal Al-Quran


Secara bahasa, kata القُرۡآنُ berasal dari kata ( قَرَأَ – يَقۡرَأُ – قِرَاءَةً – قُرۡآنًا ) yang berarti “membaca” atau ”bacaan”. Sedangkan menurut terminologi, para ahli tafsir memiliki definisi yang berbeda-beda. Namun definisi yang paling umum digunakan adalah pendapat dari Dr. Subhi Saleh yang mengatakan bahwa,
القرآن هو كلامُ اللهِ المعجِزِ المنَزَّلُ عَلَى محمدٍ المكتوبُ في المصَاحِفِ المنقُولُ بِالتَّوَاتِرِ المتعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ .
“Al-Quran adalah kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan ditulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya termasuk ibadah.”

Secara umum, al-Quran ditujukan untuk dijadikan pedoman bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Namun secara khusus, al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang mengatur segala aspek kehidupan, baik individu maupun kelompok masyarakat dan bernegara.

وَكَذٰلِكَ أَنزَلۡنٰهُ حُكۡمًا عَرَبِيّٗاۚ وَلَئِنِ اتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ مَا جَآءَكَ مِنَ الۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا وَاقٖ  ٣٧
“Dan demikianlah, Kami telah turunkan al-Quran itu sebagai hukum (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 37).

Ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa fungsi al-Quran adalah sebagai hukum dan peraturan yang benar untuk manusia. Namun apabila manusia masih juga mengikuti hawa nafsu setelah datangnya kebenaran ini, maka Allah memperingatkan bahwa kelak mereka tidak akan memiliki pelindung dan penolong dari siksa Allah.
Hal ini dikarenakan bahwa saat ini hingga akhir zaman nanti al-Quran adalah satu-satunya petunjuk dari Allah untuk manusia.

إِنَّ هٰذَا الۡقُرۡءَانَ يَهۡدِي لِلَّتِي هِيَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ الۡمُؤۡمِنِينَ الَّذِينَ يَعۡمَلُونَ الصّٰلِحٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرٗا كَبِيرٗا  ٩
“Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (QS. Al-Isra’ [17]: 9).

Al-Quran juga merupakan bukti kasih sayang Allah untuk umat manusia. Setelah sebelumnya ditetapkan bahwa manusia akan menjadi khalifah di bumi, maka al-Quran bertindak sebagai pedoman tentang tata cara menjadi seorang khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah.

FUNGSI AL-QURAN
1. Membenarkan kitab-kitab sebelumnya
Allah telah berfirman,

وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ الۡكِتٰبَ بِالۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ الۡكِتٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُۖ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ الۡحَقِّۚ لِكُلّٖ جَعَلۡنَا مِنكُمۡ شِرۡعَةٗ وَمِنۡهَاجٗاۚ وَلَوۡ شَآءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمۡ أُمَّةٗ وٰحِدَةٗ وَلٰكِن لِّيَبۡلُوَكُمۡ فِي مَآ ءَاتٰىكُمۡۖ فَاسۡتَبِقُواْ الۡخَيۡرٰتِۚ إِلَى اللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ  ٤٨
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antaramu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak mengujimu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kamu semuanya kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS. Al-Maidah [5]: 48).

Al-Quran diturunkan oleh Allah dengan berisi kebenaran yang tanpa ada keraguan di dalamnya. Salah satu fungsinya adalah untuk membenarkan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, yaitu Zabur, Taurat dan Injil.

Sedangkan firman Allah, “dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu” bermakna bahwa al-Quran dipercaya oleh kitab-kitab sebelumnya. Hal ini karena kata al-muhaimin berarti “yang dipercaya”. Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu mengatakan bahwa al-Quran adalah kepercayaan kitab-kitab sebelumnya.

Makna lain dari al-muhaimin adalah saksi dan hakim. Semua pengertian tersebut saling berdekatan karena kata al-muhaimin mengandung semua pengertian itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa al-Quran adalah kepercayaan, saksi dan hakim bagi kitab-kitab sebelumnya.

Ibnu Juraij menjelaskan, “Al-Quran adalah kepercayaan kitab-kitab terdahulu. Dengan kata lain, apa saja isi kitab terdahulu yang sesuai dengan al-Quran, maka itu adalah benar. Dan apa saja isi kitab terdahulu yang tidak sesuai dengan al-Quran, maka itu adalah batil.”

Berikutnya secara tegas Allah perintahkan, “maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan.” Maksudnya, Allah memerintahkan untuk menggunakan al-Quran sebagai kitab peradilan dan sumber hukum untuk memutuskan perkara dan perselisihan. Bukan dengan hawa nafsu, karena jika memutuskan perkara menggunakan selain al-Quran, maka keadilan tidak akan pernah terwujud.

Turunnya al-Quran juga dilatar belakangi oleh suatu keadaan di mana kitab-kitab sebelumnya telah mengalami banyak perubahan yang dilakukan oleh para ahli kitab. Hal ini mengakibatkan kandungan kitab tersebut tidak lagi suci, karena sudah tercampurnya antara kebenaran dan kebatilan.

يٰٓأَهۡلَ الۡكِتٰبِ لِمَ تَلۡبِسُونَ الۡحَقَّ بِالۡبٰطِلِ وَتَكۡتُمُونَ الۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ  ٧١
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (QS. Ali Imran [3]: 71).

Ternyata selain mencampurkan antara haq dan batil, para ahli kitab juga menyembunyikan kebenaran dari kitab mereka. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kebenaran yang mereka sembunyikan adalah tentang sifat-sifat dan kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Petunjuk
Fungsi al-Quran juga sebagai huda (petunjuk), yang membimbing manusia untuk tetap selalu berada di jalan yang lurus. Sangat banyak ayat-ayat dalam al-Quran yang menyebutkan tentang hal ini, di antaranya yaitu:
ذٰلِكَ الۡكِتٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ  ٢
“Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” (QS. Al-Baqarah [2]: 2).
شَهۡرُ رَمَضَانَ الَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ الۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٖ مِّنَ الۡهُدٰى وَالۡفُرۡقَانِۚ ...
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pemisah (antara yang hak dan yang batil)...” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

إِنَّ هٰذَا الۡقُرۡءَانَ يَهۡدِي لِلَّتِي هِيَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ الۡمُؤۡمِنِينَ الَّذِينَ يَعۡمَلُونَ الصّٰلِحٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرٗا كَبِيرٗا  ٩
“Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (QS. Al-Isra’ [17]: 9).

3. Cahaya
Nama lain dari al-Quran adalah an-nur yang artinya cahaya. Fungsi ini menunjukkan bahwa seseorang yang selalu dekat dan memahami serta mengamalkan al-Quran, maka kehidupannya akan senantiasa terang.

Maksudnya adalah bahwa dirinya akan merasa sangat mudah dan jelas dalam melihat segala sesuatu. Mudah menerima kebaikan, mudah menghindari perbuatan maksiat dan dosa, mudah dalam menunaikan hak dan kewajibannya sebagai seorang muslim dan sebagainya.

يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ قَدۡ جَآءَكُم بُرۡهٰنٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكُمۡ نُورٗا مُّبِينٗا
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Rabb-mu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Quran).” (QS. An-Nisa’ [4]: 174).

4. Furqan
Furqan berasal dari kata faraqa ( فَرَقَ – يَفۡرَقُ ) yang berarti “memisahkan”. Fungsi al-Quran sebagai furqan bermakna untuk memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Karena antara kebenaran (haq) dan kebatilan adalah dua hal yang selalu bertolak belakang dan tidak boleh bersatu.

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الۡفُرۡقَانَ عَلٰى عَبۡدِهِۦ لِيَكُونَ لِلۡعٰلَمِينَ نَذِيرًا  ١
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (al-Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,” (QS. Al-Furqan [25]: 1).

وَلَا تَلۡبِسُواْ الۡحَقَّ بِالۡبٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ الۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ  ٤٢
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 42).

Berdasarkan konteks sejarah yang dinukil oleh Ibnu Katsir, ayat ini membicarakan kebiasaan orang Yahudi yang selalu mencampurkan antara perbuatan yang haq dengan yang batil serta menyembunyikan perkara yang haq dan menampakkan perkara yang batil.

5. Ruh
وَكَذٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحٗا مِّنۡ أَمۡرِنَاۚ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا الۡكِتٰبُ وَلَا الۡإِيمٰنُ وَلٰكِن جَعَلۡنٰهُ نُورٗا نَّهۡدِي بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَاۚ وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلٰى صِرٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ  ٥٢
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura [42]: 52).

Maksud dari ruh al-Quran yang disebutkan dalam ayat ini bukanlah nyawa pada jasad manusia, melainkan sebuah ilustrasi di mana al-Quran memiliki peran yang sama dengan ruh manusia, yaitu untuk menghidupkan. Jika ruh dapat membuat jasad manusia menjadi hidup, maka al-Quran dapat membuat hati menjadi hidup.

Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa tanpa adanya al-Quran dalam hati manusia, berarti hatinya mati.

6. Obat
Setidaknya ada tiga ayat dalam al-Quran yang secara tegas menyebutkan tentang fungsi al-Quran sebagai obat, yaitu:
يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ  ٥٧
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb-mu dan obat bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus [10]: 57).

... قُلۡ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدٗى وَشِفَآءٞۚ وَالَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ فِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَقۡرٞ وَّهُوَ عَلَيۡهِمۡ عَمًىۚ أُوْلٰٓئِكَ يُنَادَوۡنَ مِن مَّكَانِۢ بَعِيدٖ  ٤٤
“... Katakanlah: “Al-Quran itu adalah petunjuk dan obat bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang al-Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) dipanggil dari tempat yang jauh”.” (QS. Fushilat [41]: 44).

وَنُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا  ٨٢
“Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ [17]: 82).

Dalam kitab tafsir Adhwaul Bayan, Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqith menjelaskan bahwa maksud obat dalam ayat tersebut adalah obat untuk penyakit jasmani (fisik) dan rohani (jiwa). Beliau berkata,
مَا هُوَ شِفَاءٌ يَشۡمَلُ كَوۡنَهُ شِفَاءً لِلۡقَلۡبِ مِنۡ أَمۡرَاضِهِ : كَالشَّكِّ وَالنِّفَاقِ وَغَيۡرِ ذَالِكَ ، وَكَوۡنَهُ شِفَاءً لِلۡأَجۡسَامِ إِذَا رُقِيَ عَلَيۡهَا بِهِ ، كَمَا تَدُلُّ لَهُ قِصَّةُ الَّذِي رَقَى الرَّجُلَ اللَّدِيۡغَ بِالۡفَاتِحَةِ ، وَهِيَ صَحِيۡحَةٌ مَشۡهُورَةٌ .
“Obat yang mencakup penyakit hati/jiwa, seperti keraguan, kemunafikan dan lainnya. Dapat pula menjadi obat untuk jasmani/fisik jika dilakukan ruqyah kepada yang sakit, sebagaimana kisah seseorang yang tersengat kalajengking diruqyah dengan dibacakan Al-Fatihah, ini adalah kisah yang shahih dan terkenal.”

Kisah yang dimaksud adalah berasal dari salah seorang sahabat bernama Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu 'anhu yang menceritakan tentang seorang sahabat yang mengobati seseorang yang hampir lumpuh karena sengatan kalajengking. Beliau menggunakan surat Al-Fatihah sebagai bacaan ruqyah dan atas izin Allah penyakitnya disembuhkan. Berikut kisah lengkapnya dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:

عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الخُدۡرِيِّ رضي اللهُ عنهُ أَنَّ نَاسًا مِنۡ أَصۡحَابِ النَّبِيِّ ﷺ أَتَوۡا عَلَى حَيٍّ مِنۡ أَحۡيَاءِ الۡعَرَبِ فَلَمۡ يَقۡرُوهُمۡ فَبَيۡنَمَا هُمۡ كَذَلِكَ إِذۡ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ فَقَالُوا هَلۡ مَعَكُمۡ مِنۡ دَوَاءٍ أَوۡ رَاقٍ فَقَالُوا إِنَّكُمۡ لَمۡ تَقۡرُونَا وَلَا نَفۡعَلُ حَتَّى تَجۡعَلُوا لَنَا جُعۡلًا فَجَعَلُوا لَهُمۡ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ فَجَعَلَ يَقۡرَأُ بِأُمِّ الۡقُرۡآنِ وَيَجۡمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتۡفِلُ فَبَرَأَ فَأَتَوۡا بِالشَّاءِ فَقَالُوا لَا نَأۡخُذُهُ حَتَّى نَسۡأَلَ النَّبِيَّ ﷺ فَسَأَلُوهُ فَضَحِكَ وَقَالَ وَمَا أَدۡرَاكَ أَنَّـهَا رُقۡيَةٌ خُذُوهَا وَاضۡرِبُوا لِي بِسَهۡمٍ – رواه البخاري ومسلم
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwa beberapa orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengadakan perjalanan, ketika mereka melewati suatu perkampungan Arab, orang-orang kampung tersebut tidak menerima mereka. Pada saat itu seorang pemuka kampung tersebut tersengat kalajengking, lalu mereka bertanya, “Apakah di antara kalian mempunyai obat, atau seseorang yang bisa meruqyah?” Lalu para sahabat berkata, “Sesungguhnya kalian tidak mau menerima kami, maka kami pun tidak akan melakukannya sehingga kalian memberi imbalan kepada kami.”
Akhirnya mereka berjanji akan memberikan beberapa ekor kambing. Kemudian salah seorang sahabat membaca Ummul Quran (surat Al-Fatihah) dan mengumpulkan ludahnya seraya meludahkan kepada laki-laki itu dan sembuh. Lalu orang-orang kampung itu memberikan beberapa ekor kambing, namun para sahabat berkata, “Kami tidak akan menerimanya sampai kami tanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal ini.
Mereka pun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang imbalan itu hingga membuat Nabi tertawa dan bersabda: “Bagaimana kamu tahu bahwa Al-Fatihah adalah ruqyah? Terimalah imbalan tersebut dan berilah bagian untukku.” (H.R. Al-Bukhari No. 5295 dan Muslim No. 2201).

Jumhur ulama mengatakan bahwa keberhasilan pengobatan dengan al-Quran sangat terkait dengan keimanan, artinya jika penyakit itu tidak sembuh, bukan al-Qurannya yang salah, melainkan kurangnya keimanan dari yang menggunakannya.

Hal yang serupa juga dapat berlaku untuk penyakit dalam jiwa. Ada beberapa orang yang mengaku sangat sulit meninggalkan perbuatan dosa seperti menggunjing, berdusta, mencuri dan semisalnya, padahal ia selalu ikut pengajian, jamaah ta’lim dan tadabur al-Quran. Bukan al-Qurannya yang salah, melainkan keimanan orang tersebut yang masih kurang.

Masih banyak dalil hadits shahih yang menceritakan tentang keutamaan ayat-ayat al-Quran dalam pengobatan, baik untuk penyakit jasmani maupun rohani, bahkan ada ayat-ayat khusus yang memiliki keutamaan ruqyah, seperti surah mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), ayat kursi dan lain sebagainya.

KEWAJIBAN MANUSIA TERHADAP AL-QURAN
Setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan oleh manusia terhadap al-Quran supaya kebaikan-kebaikan dari al-Quran dapat dirasakan, yaitu:

1. Mempelajari dan Memahami
Allah telah berfirman,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلٰى قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ  ٢٤
“Maka apakah mereka tidak mentadabur al-Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad [47]: 24).

Ayat tersebut mengandung perintah untuk mentadabur al-Quran. Maksud dari tadabur adalah membaca dan merenungi serta memahami makna yang terkandung dalam al-Quran. Dengan melakukan tadabur, maka hati akan lebih terbuka dalam menerima kebenaran.

Namun sebaliknya, jika seseorang tidak pernah mau untuk mentadabur al-Quran, maka hatinya akan tertutup dan terkunci. Sehingga hati tersebut akan sangat sulit menerima kebenaran.

كِتٰبٌ أَنزَلۡنٰهُ إِلَيۡكَ مُبٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ الۡأَلۡبٰبِ  ٢٩
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabur ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapat pelajaran.” (QS. Shad [38]: 29).

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, “Demi Allah, cara mengambil pelajaran dari al-Quran itu bukanlah menghafal huruf-hurufnya dengan mengabaikan batasan-batasannya, sehingga seseorang dari mereka berkata ‘Aku telah membaca seluruh al-Quran’, tetapi dalam dirinya tidak ada ajaran al-Quran yang disandangnya, baik pada akhlak maupun amal perbuatannya.”

Penjelasan tersebut bermakna bahwa mempelajari al-Quran tidak hanya dengan cara menghafal. Hafalan al-Quran tidak akan memberi manfaat jika sang penghafal masih melanggar larangan Allah. Yang benar adalah, setiap ayat yang dihafal haruslah dipahami dan diamalkan dalam kehidupan. Dengan demikian, akhlak dan amal perbuatan menjadi semakin baik.

Baca juga: Menyentuh Mushaf Ketika Berhadats

2. Mengamalkan
Pengamalan adalah langkah yang harus dilakukan setelah memahami makna al-Quran. Allah berfirman,
سُورَةٌ أَنزَلۡنٰهَا وَفَرَضۡنٰهَا وَأَنزَلۡنَا فِيهَآ ءَايٰتِۢ بَيِّنٰتٖ لَّعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ  ١
“(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.” (QS. An-Nur [24]: 1).

Firman Allah yang menyebutkan: “Ini adalah satu surat yang Kami turunkan...” mengandung pengertian yang mengisyaratkan bahwa Allah memberikan perhatian yang lebih besar terhadap surat An-Nur ini. Alasannya, sebagaimana diungkapkan oleh Mujahid dan Qatadah, adalah karena dalam surat An-Nur ini terkandung penjelasan tentang perkara halal, haram, perintah, larangan dan batasan-batasan hukum di dalamnya.

Sedangkan makna dari kata faradhnaha, menurut Imam Al-Bukhari adalah bahwa Allah wajibkan untuk menjalankan hukum-hukumnya bagi kalian, dan kepada orang-orang sesudah kalian.

Di antara hukum-hukum yang terkandung di dalamnya adalah tentang hukum pidana, hukum perdata, pernikahan, perceraian, aturan-aturan dalam rumah tangga, penyebaran berita bohong, adab dalam bertamu, perintah untuk menjaga dan menundukkan pandangan, kewajiban jilbab bagi wanita, tentang mahram, dan adab-adab lainnya. Itu semua merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh orang-orang beriman.

3. Menyampaikan
Kewajiban berikutnya yang harus dijalankan adalah menyampaikan kebenaran yang ada dalam al-Quran. Sebagaimana hadits dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوۡ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنۡ بَنِي إِسۡرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنۡ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلۡيَتَبَوَّأۡ مَقۡعَدَهُ مِنَ النَّارِ – رواه البخاري
“Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat. Dan ceritakanlah apa yang kalian dengar dari Bani Israil dan itu tidaklah berdosa. Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah untuk menempati tempat duduknya di neraka.” (H.R. Al-Bukhari No. 3202).

Menyampaikan kebenaran merupakan perintah yang sangat ditekankan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, terutama dari al-Quran dan sunnah. Karena setiap ajakan kepada kebaikan, lalu diamalkan oleh orang lain, maka itu akan menjadi pahala bagi yang mengajak.

عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنۡ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الۡأَجۡرِ مِثۡلُ أُجُورِ مَنۡ تَبِعَهُ لَا يَنۡقُصُ ذَلِكَ مِنۡ أُجُورِهِمۡ شَيۡئًا وَمَنۡ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيۡهِ مِنَ الۡإِثۡمِ مِثۡلُ آثَامِ مَنۡ تَبِعَهُ لَا يَنۡقُصُ ذَلِكَ مِنۡ آثَامِهِمۡ شَيۡئًا. رواه مسلم وأبو داود
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Barang siapa mengajak kepada petunjuk (kebaikan), maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (H.R. Muslim No. 2674 dan Abu Daud No. 3993).

* * *
اللَّهُمَّ ارْحَمۡنَا بِالۡقُرۡآنِ
Ya Allah, rahmatilah kami dengan al-Quran

Post a Comment

0 Comments