Mengenal Qira'ah Sab'ah


Qira'ah sab'ah atau tujuh qira'at, adalah salah satu cabang ilmu dalam membaca al-Quran. Disebut qira'ah sab'ah karena ada tujuh cara yang shahih dan diriwayatkan secara mutawatir dalam membaca al-Quran. Ketujuh qira'ah tersebut diajarkan oleh Allah melalui malaikat Jibril dan disampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dalilnya adalah sebuah hadits dari Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَقۡرَأَنِي جِبۡرِيلُ عَلَى حَرۡفٍ فَرَاجَعۡتُهُ فَلَمۡ أَزَلۡ أَسۡتَزِيدُهُ وَيَزِيدُنِي حَتَّى انۡتَهَى إِلَى سَبۡعَةِ أَحۡرُفٍ .

"Jibril telah membacakan al-Quran padaku dengan satu huruf (dialek), maka aku kembali kepadanya untuk meminta agar ditambahkan, begitu seterusnya hingga berakhir dengan tujuh huruf (dialek)." (Shahih Al-Bukhari: 4991 dan 3219, Muslim: 819, dan Ahmad: 2582).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian mengajarkan tujuh dialek tersebut kepada para sahabatnya.

عُمَرَ بۡنَ الۡخَطَّابِ يَقُولُ سَمِعۡتُ هِشَامَ بۡنَ حَكِيمِ بۡنِ حِزَامٍ يَقۡرَأُ سُورَةَ الۡفُرۡقَانِ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَاسۡتَمَعۡتُ لِقِرَاءَتِهِ فَإِذَا هُوَ يَقۡرَأُ عَلَى حُرُوفٍ كَثِيرَةٍ لَمۡ يُقۡرِئۡنِيهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَكِدۡتُ أُسَاوِرُهُ فِي الصَّلَاةِ فَتَصَبَّرۡتُ حَتَّى سَلَّمَ .
فَلَبَّبۡتُهُ بِرِدَائِهِ فَقُلۡتُ مَنۡ أَقۡرَأَكَ هَذِهِ السُّورَةَ الَّتِي سَمِعۡتُكَ تَقۡرَأُ قَالَ أَقۡرَأَنِيهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَقُلۡتُ كَذَبۡتَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَدۡ أَقۡرَأَنِيهَا عَلَى غَيۡرِ مَا قَرَأۡتَ فَانۡطَلَقۡتُ بِهِ أَقُودُهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقُلۡتُ إِنِّي سَمِعۡتُ هَذَا يَقۡرَأُ بِسُورَةِ الۡفُرۡقَانِ عَلَى حُرُوفٍ لَمۡ تُقۡرِئۡنِيهَا .
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَرۡسِلۡهُ إِقۡرَأۡ يَا هِشَامُ فَقَرَأَ عَلَيۡهِ الۡقِرَاءَةَ الَّتِي سَمِعۡتُهُ يَقۡرَأُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ كَذَلِكَ أُنۡزِلَتۡ ثُمَّ قَالَ إِقۡرَأۡ يَا عُمَرُ فَقَرَأۡتُ الۡقِرَاءَةَ الَّتِي أَقۡرَأَنِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ كَذَلِكَ أُنۡزِلَتۡ إِنَّ هَذَا الۡقُرۡآنَ أُنۡزِلَ عَلَى سَبۡعَةِ أَحۡرُفٍ فَاقۡرَءُوۡا مَا تَيَسَّرَ مِنۡهُ .

Umar bin Khatthab radhiallahu 'anhu berkata, "Aku pernah mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam sedang membaca surat Al-Furqan di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, aku pun mendengarkan bacaannya dengan seksama. Ternyata ia membacakan dengan banyak huruf yang belum pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bacakan seperti itu padaku. Maka aku hampir saja mencekiknya saat shalat, namun aku bersabar menunggu sampai ia selesai salam.

Setelah itu, aku langsung menarik lengan bajunya seraya bertanya, "Siapa yang mengajarkan kepadamu bacaan surat yang telah aku dengar ini?" Ia menjawab, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang membacakannya padaku." Aku berkata, "Kamu berdusta. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah membacakannya padaku, namun tidak sama seperti yang engkau baca."

Maka aku segera menuntunnya untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu kukatakan kepada beliau, "Sesungguhnya aku dengar orang ini membaca surat Al-Furqan dengan huruf-huruf yang belum pernah Anda bacakan kepadaku."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Umar, lepaskan dia. Bacalah wahai Hisyam." Lalu ia membaca dengan bacaan seperti yang kudengar sebelumnya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Begitulah surat itu diturunkan."

Kemudian beliau bersabda: "Bacalah wahai Umar." Maka aku pun membaca dengan bacaan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepadaku. Lalu beliau bersabda: "Begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf (tujuh dialek). Maka bacalah ia sesuai dengan huruf yang mudah bagimu." (Shahih Al-Bukhari: 4992, 5041, 7550 dan 2419, Muslim: 818, Abu Daud: 1475 dan 1476 dan At-Tirmidzi: 2943).

Adapun maksud dari "tujuh huruf" dalam kedua hadits di atas menurut satu pendapat, bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh macam dialek bahasa Arab, yaitu Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman.

Ketujuh dialek itu pun dipertahankan oleh tujuh imam qira'ah yang berbeda dengan cara baca yang berbeda dan diterapkan di negara-negara yang berbeda pula. Jadi, perbedaan cara membaca al-Quran ini bukanlah dibuat-buat oleh para imam qira'ah itu, melainkan ketujuh dialek itu merupakan ajaran dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan memang begitulah al-Quran diturunkan.

Masing-masing imam qira'ah tersebut memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai rawi. Bahkan dua orang murid itu pun berbeda dalam cara membaca al-Quran. Berikut ini adalah tujuh imam qira'ah yang mutawatir beserta kedua perawinya. Kami juga menyertakan audionya agar lebih mudah menangkap perbedaan masing-masing qira'ah, gunakan headset agar suaranya lebih jelas. Jika audio tidak dapat diputar, silahkan klik tombol Download untuk memutarnya di Google Drive.

1. Imam Nafi' Al-Madani (Abu Ruwaim Nafi' bin Abdur-Rahman bin Abu Na'im Al-Laitsi) berasal dari Isfahan. Lahir pada tahun 70H dan wafat pada tahun 169H (785M). Perawinya adalah:
  • Qalun (Abu Musa, Isa bin Mina Az-Zarqi) wafat tahun 220H (835M).
  • Warasy (Utsman bin Sa'id Al-Quthbi) wafat tahun 197H (812M).
Qira'ah Imam Nafi' banyak dipakai di Andalusia, Algeria, Maroko, Afrika Barat, sebagian wilayah Tunisia, Sudan dan Libia. Berikut adalah contoh qira'ah riwayat Warsy dari Imam Nafi'.

Surat Al-Fatihah, Qari': Umar Al-Qazzabiry [Download]


Surat Ad-Dhuha, Qari': Umar Al-Qazzabiry [Download]


Surat Ad-Dhuha, Qari': Abdul Basith Abdul Shamad [Download]



Dalam surat Al-Fatihah berdasarkan qira'ah Warsy dari Imam Nafi', kata "Malik" dibaca pendek, "Maliki yaumid-diin" bukan "Maaliki yaumid-diin".

Sementara dalam surat Ad-Dhuha banyak menggunakan harakat imalah, yaitu melafazkan antara fathah dan kasrah, sehingga berbunyi seperti huruf "e".
Selain itu juga huruf hamzah tidak dibaca dengan tegas.

2. Imam Ibnu Katsir Al-Makki (Abu Muhammad, Abdullah Ibnu Katsir Ad-Dary al-Makki) berasal dari Persia namun hidup sebagai imam qira'ah di Makkah hingga beliau wafat tahun 120H (738M) di Makkah. Beliau adalah seorang tabi'in yang pernah hidup bersama beberapa orang sahabat, yaitu Abdullah bin Jubair, Abu Ayyub Al-Anshari dan Anas bin Malik radhiallahu 'anhum. Perawinya adalah:
  • Al-Bazzi (Ahmad bin Muhammad bin Abdillah Abu Al-Hasan Al-Bazzi) wafat tahun 250H (738M), beliau juga berasal dari Persia.
  • Qunbul (Muhammad bin Abdur-Rahman Al-Makhzumi, Abu ‘Amr) wafat tahun 291H (904M).
Berikut adalah contoh qira'ah riwayat Al-Bazzi dan Qunbul dari Imam Ibnu Katsir
Surat Al-Fatihah, Qari': Muhammad Abdul Hakim Sa'id Al-'Abdallah [Download]


Dalam surat Al-Fatihah berdsarkan qira'ah Imam Ibnu Katsir serupa dengan riwayat Warsy dari Imam Nafi', kata "Malik" dibaca pendek, "Maliki yaumid-diin" bukan "Maaliki yaumid-diin".

3. Imam Abu 'Amr bin Al-'Ala' (Zabban bin 'Ala' At-Tamimi Al-Mazini Al-Bashri), beliau wafat di Kuffah pada tahun 154H (770M). Perawinya adalah:

  • Ad-Dury (Abu 'Amr, Hafs bin Umar bin Abdul 'Aziz Al-Baghdadi) wafat tahun 246H (860M).
  • As-Susy (Abu Syu'aib, Shalih bin Ziyad bin Abdillah bin Isma'il bin Al-Jarud Ar-Riqqi) wafat tahun 261H (874M).
Berikut contoh qira'ah riwayat Ad-Dury dari Imam Abu 'Amr
Surat Al-Fatihah, Qari': Al-Fatih Muhammad Az-Zubair [Download]


Qira'ah riwayat As-Susy dari Imam Abu 'Amr
Surat Al-Fatihah, Qari': Abdul Rasyid As-Sufy [Download]


Qira'ah riwayat Ad-Dury dalam surat Al-Fatihah pada ayat ke 4, kata "Malik" juga dibaca pendek, sama seperti Imam Nafi' dan Ibnu Katsir. Namun qira'ah Ad-Dury cenderung banyak menggunakan harakat imalah, seperti "Meliki yaumid-diin" dan "Iyyaka na'budu wa iyyaka naste'iin."

Sementara pada qira'ah As-Susy, yang mencolok hanya pada pendeknya bacaan "Malik" tanpa ada kecenderungan imalah.

4. Imam Ibnu 'Amir Ad-Dimasyqi (Abdullah bin 'Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi'ah Al-Yahsibi) beliau wafat di Damaskus pada tahun 118H (736M). Beliau adalah seorang tabi'in dan belajar qira'ah dari Al-Mughirah bin Abi Syihab Al-Mahzumi dari Utsman bin Affan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau juga seorang qadhi (hakim) di Damaskus di bawah pemerintahan khalifah Walid bin Abdul Malik. Perawinya adalah:
  • Hisyam (Abu Al-Walid, Hisyam bin 'Ammar bin Nusair bin Maisarah As-Salami Ad-Dimasyqi) wafat tahun 245H (859M).
  • Ibnu Dzakwan (Abu 'Amr, Abdullah bin Ahmad Al-Quraisyi Ad-Dimasyqi) wafat tahun 242H (856M).
Mohon maaf, kami belum menemukan contoh audio qira'ah Imam Ibnu 'Amir Ad-Dimasyqi.

5. Imam 'Ashim Al-Kufi (Abu Bakr, 'Ashim bin Abi An-Nujud Al-'Asady) wafat tahun 127H (745M). Beliau juga termasuk kalangan tabi’in. Perawinya adalah:
  • Syu'bah (Abu Bakr, Syu'bah bin ‘Ayyash bin Salim Al-Kufy An-Nahshali) wafat tahun 193H (809M).
  • Hafsh (Abu ‘Amr Hafsh bin Sulaiman bin Al-Mughirah bin Abu Daud Al-Asadi Al-Kufy) wafat tahun 180H (796M).
Qira'ah yang banyak dipakai saat ini adalah riwayat Hafsh dari Imam 'Ashim, terutama di Indonesia, sehingga pasti sudah tidak asing dengan dialek bacaannya. Berikut contoh qira'ah riwayat Hafsh dari Imam 'Ashim:

Surat Al-Fatihah, Qari': Sa'ad Al-Ghamidi [Download]


Surat Al-Fatihah, Qari': Misyari Rasyid Al-Afasi [Download]


6. Imam Hamzah Al-Kufy (Abu 'Imarah, Hamzah bin Habib Az-Zayyat At-Thaimy). Beliau wafat di Hawan pada tahun 156H (773M) di masa pemerintahan Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur. Perawinya adalah:
  • Khalaf (Abu Muhammad Al-'Asady Al-Bazzar Al-Baghdadi) wafat tahun 229H (844M).
  • Khallad (Abu ‘Isa, Khallad bin Khalid Al-Baghdadi) wafat tahun 220H (835M).
Berikut contoh qira'ah riwayat Khalaf dari Imam Hamzah:
Surat Al-Fatihah, Qari': Abdul Rasyid Sufy [Download]


Selain memendekkan lafaz "Malik", qira'ah riwayat Khalaf juga melafazkan "shirath" dengan "zirath", seperti: "Ihdinaz-ziraathal mustaqiim" dan "Ziraathal ladziina".

7. Imam Al-Kisa`i (Abu Al-Hasan, Ali bin Hamzah Al-'Asadi). Sebenarnya ia juga dipanggil Abul Hasan, namun karena beliau memakai kisa saat ihram, maka ia pun dipanggil Al-Kisa`i. Beliau wafat pada tahun 189H (804M) di sebuah desa bernama Ranbawiyyah saat ia sedang safar menuju Khurasan bersama Ar-Rasyid. Perawinya adalah:

  • Al-Laits (Abu Al-Harits, Al-Laits bin Khalid Al-Baghdadi) wafat tahun 240H (854M).
  • Ad-Dury (Abu ‘Amr, Hafs bin Umar bin Abdul ‘Aziz Al-Baghdadi) wafat tahun 246H (860M).
Berikut adalah contoh qira'ah riwayat Ad-Dury dari Imam Al-Kisa`i
Surat Ibrahim, Qari': Misyari Rasyid Al-Afasi [Download]


Surat Al-A'la, Qari': Misyari Rasyid Al-Afasi [Download]


Surat Ad-Dhuha, Qari': Mahmud Asy-Syaimi [Download]


Qira'ah Ad-Dury dari Imam Al-Kisa`i cenderung menggunakan dialek harakat imalah. Seperti "Wadh-dhuhee, wal-laili idzaa sajee." Atau "Sabbihisma Rabbikal A'lee" dan semisalnya.
____________________

Selain qira'ah sab'ah yang mutawatir, ada pula qira'ah 'asyarah (qira'ah sepuluh). Pada dasarnya, qira'ah 'asyarah adalah qira'ah sab'ah ditambah tiga imam qira'ah, yaitu:
  1. Abu Muhammad Ya'qub bin Ishaq Al-Madhrami dari Bashrah (wafat 205H),
  2. Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Thalih Al-Makki Al-Bashar (wafat 229H), dan
  3. Abu Ja'far Yazid bin Al-Qa'qa' Al-Makhzumi Al-Madani (wafat 230H).
Selain qira'ah 'asyarah, ada pula qira'ah arba'a ‘asyarah (qira'ah empat belas). Yaitu qira'ah 'asyarah ditambah empat imam qira'ah, yaitu:
  1. Imam Hasan Al-Bashri,
  2. Imam Ibnu Mahisy,
  3. Imam Yahya Al-Yazidi, dan
  4. Imam As-Syambudzi.
(Sumber: Ikhtisar Ulumul Quran Praktis, Muhammad Ali As-Sha'abuni, hal. 132).

Karena begitu banyak ragam qira'ah al-Quran, para ulama menetapkan persyaratan untuk menentukan mana qira'ah yang benar dan diterima serta mana qira'ah yang salah dan harus ditolak. Beberapa persyaratan itu ialah:
  1. Qira'ah harus sesuai dengan kaidah Bahasa Arab,
  2. Qira'ah harus sesuai dengan salah satu Mushaf Utsmani, dan
  3. Qira'ah harus memiliki jalur sanad yang shahih.
Dalam menentukan shahih atau tidaknya sanad qira'ah, Ibnu Jazari membuat beberapa kategori, yaitu:
  1. Qira'ah mutawatir; yaitu qira'ah yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak, sehingga tidak mungkin bagi mereka bersepakat untuk berdusta. Qira'ah sab'ah adalah kelompok qira'ah mutawatir.
  2. Qira'ah masyhur; yaitu qira'ah yang sanadnya tersambung hingga ke Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi hanya diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang rawi yang adil dan tsiqah (dipercaya), sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan sesuai dengan salah satu Mushaf Utsmani.
  3. Qira'ah Ahad; yaitu qira'ah yang sanadnya shahih namun menyalahi Mushaf Utsmani, atau menyalahi kaidah bahasa Arab. Qira'ah ini tidak boleh digunakan.
  4. Qira'ah syadz; yaitu qira'ah yang sanadnya cacat dan tidak tersambung ke Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Contohnya adalah qira'ah Ibnu Syammayaf.
  5. Qira'ah maudhu'; yaitu qira'ah yang disandarkan kepada seseorang tanpa dasar. Seperti qira'ah yang dikumpulkan oleh Muhammad bin Ja'far Al-Khaza'i,
  6. Qira'ah mudraj; yaitu qira'ah yang di dalamnya terdapat lafaz tambahan yang biasanya berfungsi sebagai penafsiran ayat tersebut.
Perbedaan-perbedaan dalam membaca al-Quran dalam qira'ah sab'ah memang berdasarkan atas pengajaran dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Artinya, jika ada seseorang yang membaca al-Quran dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menyalahi kaidah bahasa Arab, maka bisa saja itu tergolong syadz atau maudhu' sehingga tidak boleh digunakan.

Hikmah Mempelajari Ilmu Qira'ah
  1. Memudahkan untuk memahami perbedaan logat atau dialek berbagai suku dan bahasa Arab.
  2. Membantu dalam bidang tafsir, karena dengan adanya qira'ah yang berbeda dapat memberikan penafsiran yang berbeda pula, terutama dalam proses pengambilan hukum.
  3. Perbedaan qira'ah justru menjadi bentuk terpeliharanya al-Quran dari berbagai perubahan dan penyimpangan.
  4. Beragam qira'ah adalah salah satu mu'jizat al-Quran, baik dalam lafaz maupun maknanya. Karena ada perbedaan qira'ah hanya berbeda dari segi lafaz, bukan makna, misalnya lafaz as-shirath (huruf shad) dalam riwayat Hafsh dari 'Ashim dapat pula dibaca as-sirath (huruf sin) pada riwayat Warsy dari Nafi' atau menjadi az-zirath dalam riwayat Khalaf dari Hamzah.
Demikian pembahasan singkat mengenai Qira'ah Sab'ah, tujuh cara membaca al-Quran yang diriwayatkan secara mutawatir.

Wallahu A’lam...

Post a Comment

0 Comments