Kematian merupakan sebuah keniscayaan yang pasti akan dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa: manusia, jin, hewan, bahkan malaikat pun pada akhirnya akan mengalami kematian. Kematian sering juga disebut sebagai ajal yang berarti “batas waktu”.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ الۡمَوۡتِۗ
وَنَبۡلُوكُم بِالشَّرِّ وَالۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ ٣٥
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya` [21]: 35).
Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan ajalnya tiba. Malaikat Maut akan datang tepat pada waktu ajal seseorang telah tiba, tanpa memandang tua atau muda, miskin atau kaya, penguasa atau rakyat biasa. Ajal bersifat tetap, tidak dapat ditunda atau dipercepat, sebagaimana firman Allah:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٞۖ
فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَأۡخِرُونَ سَاعَةٗ وَلَا
يَسۡتَقۡدِمُونَ ٣٤
“Tiap-tiap umat mempunyai ajal; maka apabila telah datang ajalnya, mereka tidak dapat menundanya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 34).
Karena tidak ada yang mengetahui kapan ajal menjemput, terkadang kita merasa tidak siap apabila maut menjemput orang-orang yang kita sayangi, terutama sang buah hati, putera pertama yang sangat dinanti kehadirannya di muka bumi ini.
Anak merupakan rezeki, pemberian dan anugerah yang sangat besar dari Allah Ta’ala. Setiap pasangan suami istri pasti mendambakan kehadiran anak yang akan menjadi qurrata a’yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya dan sebagai pelengkap kehidupan dalam rumah tangga.
Namun apa jadinya bila sang buah hati dipanggil untuk menghadap Sang Pencipta, apalagi di usianya yang masih berbilang hari. Masih begitu segar di dalam ingatan tentang bagaimana rasa haru bahagia yang memenuhi jiwa dan perasaan saat menyongsong kelahirannya. Masih terngiang jelas suara tangisannya yang merdunya mengalahkan semua melodi dan simfoni yang ada di dunia ini. Masih begitu terasa wangi aroma tubuhnya yang seakan meminta untuk selalu dicium oleh siapa pun yang menggendongnya.
Kebahagiaan yang begitu besar dengan sekejap mata pun berubah menjadi kedukaan. Sang buah hati pun dipanggil oleh Sang Khaliq. Meninggalkan orang tuanya yang menangis pilu. Kebahagiaan seketika berganti duka. Keadaan pun berubah 180 derajat, seakan jatuh terhempas ke bumi dari tingginya rasa kenikmatan dan kebahagiaan.
Setiap orang tua akan membayangkan bahwa kelak ia akan dikuburkan oleh anaknya, bukan orang tua yang menguburkan anaknya. Tak tega rasanya meninggalkan si buah hati terbaring seorang diri di liang lahat. Berat rasa kaki meninggalkan pembaringan terakhirnya. Harapan orang tua terhadap anaknya pun ikut terkubur.
Pada titik inilah dibutuhkan support dan dukungan serta nasihat. Suara yang bisa menyadarkan akan bagaimana mudahnya bagi Allah yang bisa menarik kembali kebahagiaan dari dalam hati seseorang, mengambil kembali anugerah yang belum lama dititipkan oleh-Nya. Suara yang mengingatkan untuk selalu beristighfar dan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Suara yang mengingatkan untuk tidak berlebihan dalam bersedih dan tidak hanyut dalam duka.
Tidak mengapa jatuh, yang penting adalah jangan berdiam di situ, segeralah bangkit dan berdiri untuk memulai lagi perjuangan. Ambil pelajaran dan hikmahnya. Yakinlah bahwa di balik kesulitan ada kemudahan. Yakinlah bahwa di balik setiap peristiwa ada hikmahnya. Yakinlah bahwa Allah tidak akan pernah memberikan cobaan diluar kemampuan kita. Yakinlah bahwa akan ada pahala yang besar jika kita sabar dan tabah menghadapi ujian ini.
Berikut ini adalah kabar gembira dari Allah yang telah disampaikan melalui Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
حَدَّثَنَا يَحۡيَى بۡنُ إِسۡحَاقَ يَعۡنِي
السَّالَحِينِيَّ قال أَخۡبَرَنَا حَمَّادُ بۡنُ سَلَمَةَ عَنۡ أَبِي سِنَانٍ قال
دَفَنۡتُ ابۡنًا لِي وَإِنِّي لَفِي الۡقَبۡرِ إِذۡ أَخَذَ بِيَدَيَّ أَبُو طَلۡحَةَ
فَأَخۡرَجَنِي فَقالَ أَلَا أُبَشِّرُكَ ، قال قُلۡتُ بَلَى ، قال حَدَّثَنِي
الضَّحَّاكُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمَنِ عَنۡ أَبِي مُوسَى الأَشۡعَرِيِّ قال ، قال
رَسولُ الله ﷺ : قال الله تَعَالَى يَا مَلَكَ الۡمَوۡتِ قَبَضۡتَ وَلَدَ عَبۡدِي
قَبَضۡتَ قُرَّةَ عَيۡنِهِ وَثَمَرَةَ فُؤَادِهِ ، قال نَعَمۡ ، قال : فَمَا قال ،
قال حَمِدَكَ وَاسۡتَرۡجَعَ ، قال ابۡنُوۡا لَهُ بَيۡتًا فِي الۡجَنَّةِ وَسَمُّوۡهُ
بَيۡتَ الۡحَمۡدِ – رواه أحمد
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ishaq As-Salahini ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Hammad bin Salamah dari Abu Sinan ia berkata, “Aku menguburkan anakku, dan saat aku masih di pemakaman, Abu Talhah menarik tanganku lalu mengajakku keluar (dari pemakaman) lalu dia berkata, “Maukah kamu jika kuberi kabar gembira?” Aku menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Adh-Dhahak bin Abdurrahman telah berkata kepadaku dari Abu Musa Al-Asy’ari ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman: ‘Wahai Malaikat Maut, engkau telah mencabut nyawa anak hamba-Ku, engkau telah mencabut nyawa penyejuk mata dan buah hatinya?’ Malaikat Maut menjawab: ‘Ya.’ Allah bertanya: ‘Apa yang ia katakan?’ Malaikat Maut menjawab, ‘Ia memuji-Mu dan mengucapkan istirja’. Allah berfirman, ‘Buatkanlah untuknya satu rumah di surga dan namakanlah rumah itu dengan nama Baitul Hamd (Rumah Pujian).” (H.R. Ahmad No. 18893).
Dalam hadits lain yang serupa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
حَدَّثَنَا سُوَيۡدُ بۡنُ نَصۡرٍ
حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ الۡمُبَارَكِ عَنۡ حَمَّادِ بۡنِ سَلَمَةَ عَنۡ أَبِي
سِنَانٍ قال دَفَنۡتُ ابۡنِي سِنَانًا وَأَبُو طَلۡحَةَ الۡخَوۡلَانِيُّ جَالِسٌ
عَلَى شَفِيرِ الۡقَبۡرِ فَلَمَّا أَرَدۡتُ الۡخُرُوجَ أَخَذَ بِيَدِي فَقال أَلَا
أُبَشِّرُكَ يَا أَبَا سِنَانٍ ، قُلۡتُ بَلَى ، فَقال حَدَّثَنِي الضَّحَّاكُ بۡنُ
عَبۡدِ الرَحۡمَنِ بۡنِ عَرۡزَبٍ عَنۡ أَبِي مُوسَى الۡأَشۡعَرِيِّ أَنَّ رَسولَ
الله ﷺ قال إِذَا مَاتَ وَلَدُ الۡعَبۡدِ قال اللهُ لِمَلَائِكَتِهِ قَبَضۡتُمۡ
وَلَدَ عَبۡدِ ، فَيَقُولُونَ نَعَمۡ ، فَيَقُولُ قَبَضۡتُمۡ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ ،
فَيَقُولُونَ نَعَمۡ ، فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبۡدِي ، فَيَقُولُونَ حَمِدَكَ
وَاسۡتَرۡجَعَ ، فَيَقُولُ اللهُ ابۡنُوۡا لِعَبۡدِي بَيۡتًا فِي الۡجَنَّةِ وَسَمُّوهُ
بَيۡتَ الۡحَمۡدِ ، قال أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيۡبٌ – رواه الترمذي
Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Nashr, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al-Mubarak dari Hammad bin Salamah dari Abu Sinan berkata, “Aku menguburkan anakku, Sinan dan Abu Thalhah Al-Khaulani duduk di tepi kuburan. Ketika aku hendak keluar, dia menarik tanganku dan berkata, ‘Maukah kuberi kabar gembira wahai Abu Sinan?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Dia berkata, ‘Telah menceritakan kepadaku Ad-Dhahak bin Abdurrahman bin ‘Arzab dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika anak seorang hamba wafat, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya: ‘Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Allah berfirman: ‘Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Allah bertanya: ‘Apa yang dikatakan hamba-Ku?’ Malaikat menjawab: ‘Ia memuji-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’.’ Allah berfirman: ‘Dirikanlah untuk hamba-Ku satu rumah di surga dan namailah dengan Baitul Hamd (Rumah Pujian).’
Abu Isa berkata, ‘Hadits ini hasan gharib.’ (H.R. At-Tirmidzi No. 942).
Sudah menjadi sifat orang beriman apabila ditimpa suatu musibah mengucapkan kalimat istirja’, yaitu inna lillahi wa inna ilaihi raji’un yang berarti: “sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada Allah kami kembali.” Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم
بِشَيۡءٖ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَالۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ الۡأَمۡوٰلِ وَالۡأَنفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ
وَبَشِّرِ الصّٰبِرِينَ ١٥٥
اَلَّذِينَ إِذَآ أَصٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رٰجِعُونَ ١٥٦
أُوْلٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلٰٓئِكَ هُمُ الۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
اَلَّذِينَ إِذَآ أَصٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رٰجِعُونَ ١٥٦
أُوْلٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلٰٓئِكَ هُمُ الۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157).
Kalimat istirja’ menunjukkan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan dan musibah dari Allah, apa pun bentuknya. Seberat apa pun cobaan, sesulit apa pun ujian, berusahalah untuk tetap selalu ingat kepada Allah, selalu bertasbih dan memuji-Nya dan memperbanyak istighfar, sabar dan tabah menghadapinya. Niscaya Allah akan memberi ganti yang lebih baik dan imbalan yang besar. Karena kesabaran merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pertolongan Allah subhanahu wata’ala.
وَاسۡتَعِينُواْ بِالصَّبۡرِ
وَالصَّلٰوةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الۡخٰشِعِينَ
“Dan minta tolonglah (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,” (QS. Al-Baqarah [2]: 45).
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُواْ اسۡتَعِينُواْ بِالصَّبۡرِ وَالصَّلٰوةِۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصّٰبِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).
***
Untuk putera kami yang kini tenang berada di sisi Ilahi. Usiamu yang begitu singkat di dunia, in-sya Allah akan hidup kekal abadi di surga.
0 Comments